Jakarta, CNN Indonesia --
Mantan Direktur Utama PT Taspen Antonius N.S. Kosasih dan Direktur Utama Insight Investments Management (IIM) Ekiawan Heri Primaryanto didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp1 triliun terkait dengan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi di PT Taspen.
"Bahwa perbuatan melawan hukum terdakwa bersama-sama Ekiawan Heri Primaryanto telah mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT Taspen sebesar Rp1 triliun atau setidak-tidaknya jumlah tersebut berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK RI," ujar jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (27/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum sidang tersebut digelar, KPK membeberkan sejumlah aset yang telah disita dari Antonius Kosasih selama penyidikan berlangsung. Total nilai aset yang disita mencapai Rp28 miliar.
Aset-aset tersebut terdiri dari 7 unit apartemen, 3 bidang tanah, serta 3 unit mobil.
Selain itu, KPK juga menyita sejumlah uang dalam bentuk mata uang asing, yakni US$127, Sin$283, EUR10.000, THB1.470, JPY128, HKD500, dan KRW1.262.000
Selain milik Kosasih, KPK juga menyita dua aset keuangan milik pihak Ekiawan dalam bentuk uang tunai senilai Rp200 juta dan uang asing sejumlah US$242.390.
"Tidak hanya itu, KPK turut melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset lain dari pihak-pihak terkait dengan nilai mencapai Rp152,5 miliar," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Selasa (27/5).
Selain untuk pembuktian perkara, Budi menjelaskan penyitaan tersebut merupakan bagian dari strategi optimalisasi pemulihan aset yang menjadi fokus KPK dalam setiap penanganan perkara korupsi.
Pemulihan aset merupakan upaya penting dalam menjaga integritas sistem hukum dan memberikan keadilan bagi negara, sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi.
"KPK mengajak masyarakat untuk terus mengikuti persidangan ini sebagai bentuk transparansi dan pelibatan publik dalam pemberantasan korupsi di Indonesia," ucap Budi.
Dakwaan
Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta hari ini, Jaksa menuturkan Kosasih diduga melakukan investasi pada Reksadana I-Next G2 untuk mengeluarkan Sukuk Ijarah TPS Food II Tahun 2016 (Sukuk SIA-ISA 02) yang default dari portfolio PT Taspen tanpa didukung rekomendasi hasil analisis investasi.
Kosasih juga menyetujui peraturan direksi tentang kebijakan investasi PT Taspen untuk mengakomodasi pelepasan Sukuk SIA-ISA 02 melalui investasi Reksadana I-Next G2 tersebut. Jaksa mengatakan pengelolaan investasi itu dilakukan secara tidak profesional.
"Merevisi dan menyetujui peraturan direksi tentang kebijakan investasi PT Taspen dengan mengatur mekanisme konversi aset investasi untuk mengakomodasi pelepasan Sukuk SIA-ISA 02 melalui investasi Reksadana I-Next G2 bersama-sama dengan Ekiawan Heri Primaryanto yang melakukan pengelolaan investasi Reksadana I-Next G2 secara tidak profesional," ungkap jaksa dalam sidang.
Atas perbuatannya, Kosasih diduga memperkaya diri senilai US$127.037, Sin$283.000, EUR10.000, THB1.470, £20, JPY128, HKD500, dan KRW1.262.000.
Sedangkan Ekiawan menerima Rp200 juta dan uang asing sejumlah US$242.390.
Sejumlah uang tersebut telah disita penyidik KPK untuk pembuktian perkara sekaligus untuk optimalisasi pemulihan aset.
"Memperkaya korporasi yaitu memperkaya PT IMM sebesar Rp44.207.902.471. Memperkaya PT KB Valbury Sekuritas Indonesia sebesar Rp2.465.488.054. Memperkaya PT Pacific Sekuritas Indonesia sebesar Rp108 juta," tambah jaksa.
"Memperkaya PT Sinar Emas Sekuritas sebesar Rp44 juta. Memperkaya PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT TPSF) sebesar Rp150 miliar," sambungnya.
Kosasih dan Ekiawan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(ryn/kid)