Ketua MPR Respon Surat Purnawirawan Terkait Pemakzulan Gibran: Belum Masuk Kantor

9 hours ago 3

Ketua MPR Ahmad Muzani memberikan sambutan pada perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2025). Puncak perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra akan digelar pada 15 Februari 2025 mendatang. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc. Ketua MPR Ahmad Muzani memberikan sambutan pada perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2025). Puncak perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra akan digelar pada 15 Februari 2025 mendatang. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mencuat ke ruang publik menyusul pernyataan sikap Forum Purnawirawan TNI yang menyoroti proses pencalonannya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Bahkan Forum Purnawirawan TNI mengirim surat ke DPR dan MPR untuk segera memproses tuntutannya itu.

Ketua MPR RI Ahmad Muzani mengaku belum melihat isi surat tuntutan pemakzulan Wapres Gibran. Sebab kata Sekjen DPP Partai Gerindra itu masih dalam suasana lebaran, sehingga dirinya belum kantor.

"Saya belum masuk kantor sudah beberapa hari ini. Karena lebaran (Idul Adha) ini," kata Muzani, Sabtu (7/6/2025).

Diketahui surat tersebut berisi: Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Surat itu ditandatangani oleh Jendral TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto hingga Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan dan juga tanda tangan Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno.

Pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Yance Arizona, menyampaikan bahwa permintaan pemberhentian Wakil Presiden Gibran oleh Forum Purnawirawan TNI kepada MPR belum memiliki dasar hukum yang memadai.

Menurutnya, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, setiap proses pemakzulan harus berjalan berdasarkan ketentuan konstitusional dan bukan semata-mata didorong oleh opini atau tekanan politik. Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara dorongan politik simbolik dan mekanisme hukum yang sungguh-sungguh dapat ditempuh.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi