SETARA Catat 402 Tindakan Pelanggaran Kebebasan Beragama di 2024

2 days ago 10

Jakarta, CNN Indonesia --

Riset SETARA Institute menyimpulkan kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) tahun 2024 menunjukkan sinyal terjadinya regresi atau kemunduran di akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo dan awal pemerintahan Prabowo Subianto.

Menjelang akhir kepemimpinannya, alih-alih meninggalkan jejak progresi signifikan dalam pemajuan KBB, Presiden Jokowi disebut justru membukukan stagnasi kondisi KBB dalam satu dekade.

Kasus pelanggaran KBB yang tinggi selama 10 tahun terakhir menjadi gambaran kegagalan negara dalam memastikan terbangunnya ekosistem toleransi. Di satu sisi, transisi pemerintahan menuju Presiden Prabowo juga belum sepenuhnya menunjukkan komitmen yang kuat dalam pemajuan KBB.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sepanjang tahun 2024, SETARA Institute mencatat adanya 260 peristiwa dan 402 tindakan pelanggaran KBB," kata Peneliti KBB SETARA Institute Achmad Fanani Rosyidi melalui keterangan persnya, Senin (26/5).

Jumlah tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 217 peristiwa dengan 329 tindakan pada 2023.

Fanani menuturkan 159 tindakan di antaranya dilakukan oleh aktor negara, sedangkan 243 tindakan dilakukan oleh aktor non negara.

Salah satu faktor yang diduga turut mendorong peningkatan jumlah pelanggaran KBB di tahun 2024, terang dia, adalah dinamika politik nasional khususnya pelaksanaan Pemilihan Presiden dan anggota legislatif pada 14 Februari, serta Pilkada serentak pada 27 November.

Meskipun penggunaan politik identitas berbasis agama tidak terjadi secara masif seperti pada tahun-tahun sebelumnya (2014 dan 2019), temuan SETARA Institute menunjukkan politisasi agama tetap muncul di sejumlah daerah.

Selain itu, perhatian pemerintah terhadap isu KBB juga cenderung menurun menjelang akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

"Fokus pemerintah yang lebih tertuju pada agenda transisi kekuasaan menyebabkan isu pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan menjadi kurang mendapat perhatian," ujar Fanani.

Secara umum, terdapat tiga highlight kondisi KBB 2024, Pertama, tindakan intoleransi yang tinggi (73) oleh masyarakat, dan tindakan diskriminatif (50) oleh negara.

Angka itu mengalami lonjakan cukup signifikan jika dibandingkan tahun 2023 dengan tindakan intoleransi (26) dan diskriminatif (23).

Kemudian, penggunaan Pasal penodaan agama yang marak dari 15 kasus di tahun 2023 menjadi 42 kasus pada 2024. Di antaranya kasus pendakwaan (7) dan penetapan tersangka penodaan agama (7) dilakukan oleh aparat negara. Kemudian 29 kasus pelaporan penodaan agama oleh masyarakat.

Ketiga, gangguan terhadap pendirian dan operasionalisasi tempat ibadah. Meskipun jumlah gangguan menurun dari 65 kasus pada 2023 menjadi 42 kasus pada 2024, angka tersebut masih menunjukkan permasalahan pendirian tempat ibadah belum terselesaikan secara sistemik.

"Dari total 159 tindakan oleh aktor negara, sebagian besar berasal dari institusi pemerintah daerah (50 tindakan), diikuti oleh kepolisian (30), Satpol PP (21), serta masing-masing 10 tindakan oleh TNI dan Kejaksaan, dan Forkopimda (6)," ungkap Fanani.

Dia menambahkan pelanggaran oleh aktor non negara juga menunjukkan pola mengkhawatirkan.

Pelanggaran terbanyak dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan (49 tindakan), disusul kelompok warga (40), individu warga (28), Majelis Ulama Indonesia (21), ormas umum (11), individu (11), dan tokoh masyarakat (10).

Jika dibandingkan dengan tahun 2023, kontribusi pelanggaran oleh ormas keagamaan meningkat signifikan, menunjukkan kecenderungan menguatnya konservatisme dalam ruang keagamaan yang kerap kali ditandai oleh penyempitan cara pandang terhadap keberagaman agama dan keyakinan.

Dalam konteks wilayah, sama seperti tahun sebelumnya, Jawa Barat kembali membukukan pelanggaran tertinggi dengan 38 peristiwa.

Sementara Jawa Timur ada 234 peristiwa, DKI Jakarta 31 peristiwa, Sumatera Utara 29 peristiwa, Sulawesi Selatan 18 peristiwa, dan Banten dengan 17 peristiwa.

Tantangan rezim Prabowo

Fanani menyebut tantangan KBB menjadi ujian krusial bagi kepemimpinan nasional baru di bawah Presiden Prabowo-Gibran. Tahun 2024 menandai meningkatnya pelanggaran KBB, menunjukkan komitmen negara yang lemah dalam melindungi hak konstitusional warga negara di tengah transisi kekuasaan.

Praktik intoleransi dan diskriminasi, baik oleh masyarakat maupun aparat negara, masih marak terjadi. Hal itu memperlihatkan jarak antara komitmen politik dan implementasi nyata di lapangan.

Fanani bilang pemerintahan sebelumnya cenderung mengabaikan isu-isu kebebasan sipil demi fokus pada agenda ekonomi-politik yang memperburuk persepsi publik terhadap keberpihakan negara dalam isu hak asasi manusia (HAM).

"Pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki kesempatan strategis untuk membalikkan tren negatif tersebut melalui kepemimpinan yang menjadikan pemajuan KBB sebagai agenda prioritas," ucap dia.

Upaya tersebut membutuhkan langkah konkret, mulai dari reformasi regulasi seperti revisi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 dan moratorium Pasal penodaan agama, hingga penguatan kapasitas birokrasi dan aparat hukum dalam menangani kasus KBB secara adil.

Selain itu, lanjut dia, negara harus menunjukkan kepemimpinan moral dan sosial yang tegas dalam mendorong budaya toleransi di seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya sekadar simbolisme politik.

Berdasarkan temuan tersebut, SETARA Institute mengeluarkan sejumlah rekomendasi.

Pertama, Presiden Prabowo harus menyelaraskan agenda pemajuan KBB dan toleransi menjadi bagian dari agenda prioritas pembangunan negara dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2024-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024-2029.

Kedua, Prabowo perlu memastikan partisipasi bermakna dalam pembentukan regulasi strategis seperti Peraturan Presiden (Perpres) tentang Kerukunan Umat Beragama dan mempercepat pembentukan Badan Regulasi Nasional sebagaimana mandat UU No. 15/2019 untuk mengefektifkan penanganan kebijakan diskriminatif.

Ketiga, pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri agar memastikan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan inklusif bagi pemerintahan daerah, dengan menerbitkan kebijakan khusus tata kelola yang inklusif dalam mengelola kemajemukan republik.

(ryn/isn)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi