Tiga Terdakwa Korupsi APD Covid Divonis 3 Sampai 11,5 Tahun Bui

13 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan RI divonis pidana 3 hingga 11,5 tahun penjara. Mereka dinilai hakim melakukan korupsi secara bersama-sama.

Vonis tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (5/6).

Ketiga terdakwa tersebut ialah mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Kesehatan Budi Sylvana, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI) Satrio Wibowo, dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM) Ahmad Taufik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sejumlah Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan," ujar ketua majelis hakim Syofia Marlianti Tambunan saat membacakan amar putusan terhadap Budi.

Sebelumnya, Budi dituntut dengan pidana selama 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Penyalahgunaan wewenang untuk pesan APD

Hakim berpendapat Budi telah menyalahgunakan wewenang sebagai PPK dalam pengadaan APD Covid-19 dan melakukan pembayaran untuk 170 ribu set APD yang diambil TNI dari kawasan berikat di Bogor, Jawa Barat, pada 22-24 Maret 2020.

Padahal, saat itu belum ada surat pemesanan, dan pembayaran dilakukan sebelum penandatanganan surat pesanan nomor KK.02.01/.1/460/2020 tertanggal 28 Maret 2020. Tak ada kelengkapan bukti pendukung lain terkait hal tersebut.

Budi juga tidak melakukan penghentian dan pemutusan kontrak surat pesanan tersebut setelah ada audit dengan tujuan tertentu tahap 1 dan tahap 2.

Menurut hakim, perbuatan Budi tidak terlepas dari kewenangan, kesempatan, dan sarana yang ada padanya selaku PPK pengadaan merek Boho pada Pusat Krisis Kementerian Kesehatan Dana Siap Pakai BNPB tahun anggaran 2020.

"Dengan demikian, maka beralasan hukum majelis hakim berpendapat, unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya telah terpenuhi pada perbuatan terdakwa," kata hakim anggota Nofalinda Arianti.

Budi bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kemudian Ahmad Taufik divonis 11 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan ditambah uang pengganti sebesar Rp224,18 miliar subsider 4 tahun penjara. Sebelumnya ia dituntut 14 tahun dan 4 bulan penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp224,18 miliar subsider 6 tahun penjara.

Satrio Wibowo divonis 11 tahun dan 6 bulan penjara, serta pidana denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Satrio juga dihukum membayar uang pengganti Rp59,98 miliar subsider 3 tahun penjara.

Sebelumnya Satrio dituntut dengan pidana 14 tahun dan 10 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp59,98 miliar subsider 4 tahun penjara.

Hakim meyakini perbuatan Taufik dan Satrio telah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Hal yang memberatkan vonis yakni perbuatan para terdakwa bertentangan dengan upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, dan para terdakwa telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian Kesehatan.

Sedangkan hal meringankan para terdakwa bersikap sopan di persidangan dan memiliki tanggung jawab keluarga.

Pemesanan APD ratusan miliar

Ketiga terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam pengadaan APD Covid-19 Kemenkes tahun 2020.

Perbuatan itu dilakukan bersama-sama pihak lainnya yakni Komisaris Utama PT PPM inisial FAZ, pihak legal PT EKI inisial IY, dan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) tahun 2019-2020 inisial HAR.

Perkara ini terjadi saat wabah pandemi Covid-19 melanda Tanah Air pada 2020 lalu. BNPB menetapkan status darurat akibat virus corona terhitung sejak 28 Januari hingga 28 Februari.

Akibat penetapan status darurat, segala biaya yang dikeluarkan dibebani pada Dana Siap Pakai BNPB.

Ketiga terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan menegosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak 5 juta set, menerima pinjaman uang dari BNPB sebesar Rp10 miliar untuk membayarkan 170 ribu set APD kepada PT PPM dan PT EKI, tanpa ada surat pesanan dan dokumen pembayaran.

Selain itu melakukan pembayaran untuk 1,01 juta set APD merek BOHO sebesar Rp711,2 miliar untuk PT PPM dan PT EKI. 

Padahal, PT EKI tidak mempunyai kualifikasi sebagai penyedia barang dan jasa sejenis di instansi pemerintah, dan tidak memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK).

Bahkan, kedua perusahaan itu pun tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga disebut melanggar prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat.

Satrio Wibowo disebut telah memperkaya diri sebesar Rp59,9 miliar, Ahmad Taufik sebesar Rp224,1 miliar, PT YSJ Rp 25,2 miliar dan PT GAI 14,6 miliar. Negara mengalami kerugian mencapai Rp319,6 miliar.

(ryh/vws)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi