Jakarta, CNN Indonesia --
Rencana pemerintah memberikan diskon tarif tol selama masa libur sekolah pada Juni hingga Juli 2025 dipertanyakan oleh pengusaha jalan tol.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Kris Ade Sudiyono menyatakan perlunya kejelasan motif dan tujuan kebijakan tersebut. Sebab, kondisi lalu lintas saat libur sekolah dinilai berbeda dengan periode mudik Lebaran.
Ia menjelaskan insentif tarif saat Lebaran lalu dirancang untuk merespons kepadatan lalu lintas dalam waktu yang sangat terbatas. Sementara untuk periode libur sekolah, karakteristik pergerakan kendaraan tidak sepenuhnya sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya gini, kalau saya nyebutnya purpose incentive discount tariff Lebaran, itu lain. Waktu itu (Lebaran) kan kita ingin memigrasikan traffic supaya tidak menumpuk di hari dan tempat yang sama, kan?" ujar Kris di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (26/5).
"Nah, kalau sekarang? Nah, itu yang harus saya tanya ke pemerintah. Makanya saya bilang, tarif itu adalah instrumen kebijakan. Tentu, instrumen itu digunakan sesuai dengan purpose-purpose, kan begitu," lanjutnya.
"Purpose yang terbaru ini saya belum tahu. Tapi kalau Lebaran yang kemarin, saya tahu persis. Karena kita ingin mendistribusikan traffic supaya tidak menumpuk di puncak mudik begitu," imbuh Kris.
Kris mempertanyakan apakah lalu lintas pada periode libur sekolah Juni-Juli 2025 itu akan menimbulkan kepadatan yang sama dengan Lebaran.
"Makanya saya bilang, emangnya potensi libur sekolah itu traffic akan kayak Lebaran?" katanya.
Ia berpendapat libur sekolah umumnya berlangsung lebih panjang, sehingga kepadatan lalu lintas lebih tersebar.
"Kalau libur itu kan panjang, harusnya tidak terjadi penumpukan, ya kan? Kalau Lebaran itu kan dibatasi waktu. Karena besoknya Lebarannya, mau tidak mau arus mudiknya cuma sampai dua hari ini. Nah, itu yang kita atur," ujarnya.
Karena itu, Kris menyatakan masih menunggu kejelasan lebih lanjut dari pemerintah mengenai dasar pertimbangan kebijakan ini.
"Jadi mohon maaf sekali lagi, saya harus klarifikasi ke pemerintah, apakah motif dan latar belakang memunculkan suatu alternatif, inisiatif memberikan insentif diskon tarif tol selama Juni dan Juli ini. Kalau Lebaran, kita tahu. Nah, kalau yang sekarang, kita tunggu besok," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan pembahasan teknis bersama Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) terkait diskon tarif tol ini sedang dimulai. Diskusi ini tidak bisa berlangsung cepat karena berkaitan langsung dengan kondisi keuangan badan usaha.
"Seperti saya pernah infokan, tarif tol itu kan ujung-ujungnya motong profit and loss dari para BUJT. Diskusinya mungkin enggak bisa cepat, harus lama," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian PU, Jakarta Selatan, Senin (26/5).
Kemungkinan kompensasi pemerintah untuk menutup selisih pendapatan juga masih dibahas. Ia pun memastikan diskusi awal sudah berjalan.
"Apakah nanti akan ada tambahan kompensasi dari pemerintah, itu kan juga suatu hal yang kita bisa diskusikan ulang dengan tidak hanya kepada BUJT-nya tapi juga kepada instansi terkait. Pada akhirnya kita juga akan minta tolong Kepala BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) misalnya untuk mengkaji hal-hal seperti itu. Tapi belum. Ini hanya hati kepala saya, tapi belum-belum saya kerjakan," jelas Dody.
"Sementara waktu hari ini kita mulai diskusi dengan para BUJT untuk memberikan tarif tol minimum. Sama lah dengan yang kita berikan pada saat Lebaran. Tapi nanti detailnya seperti apa, berapa lama, ruasnya di mana aja, nanti kita sampaikan dalam kesempatan berbeda," ungkapnya lebih lanjut.
Diskon tarif tol merupakan salah satu dari enam paket insentif ekonomi yang akan diluncurkan pemerintah mulai 5 Juni 2025. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan diskon tarif transportasi umum, potongan tarif listrik, tambahan bantuan sosial, subsidi upah, dan diskon iuran jaminan kecelakaan kerja.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal II tetap berada di kisaran 5 persen, setelah pada kuartal sebelumnya hanya mencapai 4,87 persen.
(del/pta)